Senin, 08 Desember 2014

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Abses Otak






I.            KONSEP DASAR

A.      PENGERTIAN

Abses otak adalah proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungi dan protozoa.

B.      ETIOLOGI

Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada abses otak, yaitu bakteri, jamur dan parasit.
-        Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob.
-        Jamur penyebab abses otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.
-        Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan abses otak secara hematogen.


C.     FAKTOR PREDISPOSISI

a       Penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik( empyema, abses paru, bronkhiektase,pneumonia)
a       Penyakit immunologik (AIDS, pemberian steroid dalam jangka lama)
a       Infeksi pada sinus (paranasalis, ethoidalis, sphenoidalis dan maxilaris)
a       Infeksi pada telinga tengah dan mastoid.
a       Trauma intracranial atau pembedahan (luka tusuk pada otak)
a       Penyakit jantung bawaan Tetralogy of Fallot


D.     TANDA DAN GEJALA


1.       Gejala Infeksi pada umumnya : Demam, malaise, muntah nyeri kepala
2.       Terjadi peningkatan tekanan intracranial : nyeri kepala hebat, muntah-muntah, penglihatan kabur dan pada pemeriksaan funduskopi tampak adanya papil edema
3.       Kejang - kejang
4.       Gejala fokal yang terlihat pada abses otak Lobus :
                                     i.            Frontalis mengantuk, tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil keputusan, Gangguan intelegensi, kadang-kadang kejang
                                    ii.            Temporalis tidak mampu menyebut objek; tidak mampu membaca, menulis atau, mengerti kata-kata; hemianopia.
                                  iii.            Parietalis gangguan sensasi posisi dan persepsi stereognostik, kejang fokal, hemianopia homonim, disfasia, akalkulia, agrafia. Serebelum sakit kepala suboksipital, leher kaku, gangguan koordinasi, nistagmus, tremor intensional.


E.      PATOFISIOLOGI

Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.
Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel. Pada tahap awal Abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.



G.     KLASIFIKASI

1.       Stadium serebritis dini/ CEREBRITIS EARLY (hari ke 1-3)
2.       Stadium serebritis lambat/ CEREBRITIS LATE (hari ke 4-9)
3.       Stadium pembentukan kapsul dini/ EARLY CAPSULA FORMATION (hari ke 10-14)
4.       Stadium pembentukan kapsul lambat/ LATE CAPSULA FORMATION (setelah hari ke 14)


H.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1.       Pemantauan nilai Glasgow Coma Scale/ GCS
2.       Foto rontgen untuk mencari kemungkinan fokus infeksi foto tengkorak untuk mencari tanda-tanda TIK juga mencari sumber infeksi
3.       USG
4.       Angiografi, menentukan lokalisasi abses
5.       EEG. Memperlihat tanda-tanda fokal sloding disekitar abses
6.       CT Scan
7.       MRI
8.       Laboratorium :
Jumlah Leukosit 10.000 – 20.000/cm3 (60-70 %)
LED meningkat ; 45 mm/jam (75-90%)
Pemeriksaan CSS/ Lumbal punksi tidak boleh dilakukan, karena dapat menyebabkan herniasi otak secara cepat.


I.        PENATALAKSANAAN MEDIS

-        Menghilangkan proses infeksi, effek massa dan oedema terhadap otak
-        Pemberian Antibiotik yang tepat sesuai uji kultur selama 6-8 minggu untuk mengecilkan abses dan 10 minggu untuk menghilangkan effek massa dari abses otak.
-        Pemberian kortikosteroid dapat diberikan untuk merununkan peradangan edema serebri.
-        Obat-obatan antikonvulsan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya kejang.
-        Tindakan pembedahan (aspirasi maupun eksisi)

J.       KOMPLIKASI

1.       Robeknya kapsula abses kedalam ventrikel atau ruangan sub arachnoid
2.       Penyumbatan cairan serebrospinal yang dapat menyebabkan hydrosefalus
3.       Edema otak
4.       Herniasi tentorial oleh massa abses otak


K.      PROGNOSIS

Tergantung dari:
1)       Cepatnya diagnosis ditegakkan
2)       Usia penderita
3)       Derajat perubahan patologis
4)       Soliter atau multipel
5)       Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses otak soliter lebih baik dari multiple.
II.            ASUHAN KEPERAWATAN

A.      PENGKAJIAN

1.       Biodata :

-        Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes, jamsostek dst.


2.       Riwayat Penyakit :

-        Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran dan mengalami kejang serta muntah.
-        Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, penurunan penglihatan, kelemahan ekstermitas, peninggian tekanan intrakranial serta gejala neurologik fokal .
-        Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.
-        Riwayat penyakit keluarga : apakah dalam keluarga ada atau tidak yang mempunyai penyakit infeksi paru – paru, jantung, AIDS


3.       Pemeriksaan fisik

a)       Keadaan umum pasien : apakah ada penurunan tk. Kesadaran secara drastis, TTV; TD, N, RR, S.(Suhu badan mengalami peningkatan 38-41°C)
b)       Kepala : bentuk kepala simetis/tidak, ada ketombe/tidak, pertumbuhan rambut, ada lesi/tidak, ada nyeri tekan/tidak. Apakah pernah mengalami cidera kepala
c)       Kulit : Warna kulit, turgor kulit cepat kembali/tidak, tanda peradangan ada/tidak, adanya lesi/tidak, oedema/tidak.
d)       Penglihatan : Bola mata simetris/tidak, gerakan bola mata, reflek pupil thd cahaya ada/tidak, kornea benik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, sclera ada ikterik/tidak, ketajaman penglihatan normal/tidak, (pupil terlihat unisokor tanda adanya peningkatan TIK, oedema pupil, terdapat fotophobia )
e)       Penciuman : Bentuk simetris/tidak, fungsi penciuman baik/tidak, peradangan ada/tidak, ada polip/tidak, pemeriksaan sinus maxilaris kemungkinan ada peradangan.
f)        Pendengaran : Bentuk daun telinga (simetris/tidak), letaknya(simetris/tidak), peradangan (ada/tidak), fungsi pendengaran(baik/tidak), ada serumen/tidak, ada cairan purulent /tidak.
g)       Mulut : Bibir (warnanya pucat/cyanosis/merah),kering/tidak,pecah/tidak, Gigi(bersih/tidak),gusi(ada berdarah/peradangan/tidak),tonsil(radang/tidak), lidah(tremor/tidak,kotor/tidak),fungsi pengecapan(baik/tidak), mucosa mulut(warnanya),ada stomatitis/tidak.
h)       Leher : Benjolan/massa(ada/tidak),ada kekakuan/tidak,ada nyeri tekan/tidak,pergerakan leher(ROM):bisa bergerak fleksi/ tidak,rotasi/tidak,lateral fleksi/tidak, hiperekstension/tidak, tenggorokan: ovula(simetris/tidak),kedudukan trachea(normal/tidak),gangguan bicara(ada/tidak).
i)         Dada : Bentuk(simetris/tidak),bentuk dan pergerakan dinding dada (simetris/tidak), ada bunyi/irama pernapasan seperti:teratur/tidak,ada cheynes stokes/tidak,ada irama kussmaul/tidak, stridor/tidak, wheezing ada/tidak, ronchi/tidak, pleural friction-Rub/tidak, ada nyeri tekan pada daerah dada/tidak, ada/tidak bunyi jantung seperti:
BJ I yaitu bunyi menutupnya katup mitral dan trikuspidalis,
BJ II yaitu bunyi menutupnya katup aorta dan pulmonalis,Bising jantung/Murmur
j)         Abdomen : Bentuk(simetris/tidak),datar/tidak,ada nyeri tekan pada epigastrik/tidak,ada peningkatan peristaltic usus/tidak,ada nyeri tekan pada daerah suprapubik/tidak,ada oedem/tidak
k)       Genetalia : Ada radang pada genitalia eksterna/tidak,ada lesi/tidak,siklus menstruasi teratur/tida,ada pengeluaran cairan/tidak.
l)         Ekstremitas atas/bawah : Ada pembatasan gerak/tidak,ada odem/tidak,varises ada/tidak, tromboplebitis ada/tidak,nyeri/kemerahan(ada/tidak),tanda-tanda infeksi(ada/tidak),ada kelemahan tungkai/tidak. (Terdapat penurunan dalam gerakan motoric, kekuatan otot menurun tidak ada koordinasi dengan otak, gangguan keseimbangan otot)


4.       Pola fungsi kesehatan :

a)       Aktivitas/istirahat :
Tanda ;ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.
b)       Personal Higiene
Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut)
c)       Nutrisi
Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.
d)       Eliminasi
Tanda;adanya inkontensia dan/atau retensi
e)       Seksualitas
Tanda : terdapat gangguan pemenuhan kebutuhan seksual, penurunan tingkat kesadaran.
f)        Psikososial
Observasi terhadap perilaku dan penampilan diri pasien, pantau setiap aktivitas motorik, hubungan dengan keluarga mengalami penurunan juga hubungan dengan masyarakat.
g)       Spiritual
Melaksanakan kegiatan keagamaan secara rutin dan taat.


5.       Prosedur diagnostik

-        Pemeriksaan laboratorium
LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis.
-        CT Scan
-        Angiografi
-        MRI




B.      DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.       Bersihan jalan nafas tidak efektif bd. akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.
2.       Perubahan perfusi jaringan orak bd. peradangan dan edema pada otak dan selaput otak
3.       Hypertermi bd. Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.
4.       Nyeri bd. iritasi selaput dan jaringan otak
5.       Resiko tinggi cedera bd. kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
6.       Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd. Ketidakmampuan menelan, keadaan hypermetabolik.
7.       Gangguan persepsi sensorik bd. kerusakan penerima rangsangan sensorik, transmisi sensorik dan integrasi sensorik.
8.       Koping individu tidak efektif bd. prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, etidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.


C.     RENCANA DAN INTERVENSI


1.       Bersihan jalan nafas tidak efektif bd. akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.

Tujuan : Jalan nafas menjadi efektif,
KH : Sesak nafas tidak ada, frequensi nafas 16-20 x/m, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, retraksi ICS (-), ronchi (-), wheezing (-), dapat mendemonstrasikan batuk efektif.
Intervensi
Rasionalisasi
o   Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot bantu pernafasan.
Memantau dan mengatasi komplikasi potensial.

o   Atur posisi tidur semifowler

Peninggian tempat tidur memudahkan pernafasan, dan meningkatkan ekspansi dada dan meningkatkan batuk efektif.
o   Ajarkan batuk efektif

Resiko tinggi apabila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas.
o   Lakukan fisioterapi dada
Terapi fisik dapat meningkatkan batuk efektif
o   Penuhi hidrasi cairan via oral dan pertahankan asupan cairan 2500ml/hari
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus yang kental dan dapat memenuhi kebutuhan cairan tubuh.
o   Lakukan penghisapan lendir jalan nafas

Penghisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan jalan nafas menjadi bersih.




2.       Perubahan perfusi jaringan orak bd. peradangan dan edema pada otak dan selaput otak

Tujuan : Perfusi jaringan otak meningkat.
KH : Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi (-), konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, TTV dalam batas normal
Intervensi
Rasionalisasi
o   Monitor kesadaran klien dengan ketat
Untuk mengetahui secara dini perubahan tingkat kesadaran.
o   Monitor tanda tanda TIK selama perjalanan penyakit( nadi lambat, TD Meningkat, Kesadaran menurun, nafas irregular, reflek pupil menurun)
Untuk mendeteksi tanda syok
o   Monitor tanda vital dan neurologis setiap 5-30 menit.
Untuk memudahkan intervensi program pengobatan dan perawatan lebih dini
o   Hindari posisi tungkai di tekuk
Untuk mencegah peningkatan TIK
o   Tinggikan sedikit kepala secara hati-hati, cegak gerakan secara tiba-tiba, hindari fleksi leher
Untuk mencegah peningkatan TIK
o   Bantu seluruh aktivitas dan gerakan klien

Untuk mencegah regangan oto yang dapat menimbulkan peningkatan TIK
o   Beri penjelasan keadaan lingkungan kepada klien
Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu
o   Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motoric, sensorik dan intelektual
Untuk merujuk ke rehabilitasi
o   Kolaborasi :
Pemberian steroid osmotic
Untuk menurunkan TIK


3.       Hypertermi bd. Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.

Tujuan : Klien tidak panas/hypertermi
KH : Suhu tubuh dalam rentang batas normal 36-37° C, nadi dan pernafasan dalam batas normal, perubahan warna kulit tidak ada.
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji saat timbulnya demam.

Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 2 jam.

Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Anjurkan pasien untuk banyak minum (2.500 – 3.000 ml/24 jam.)

Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
Berikan kompres hangat.

Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.

Pakaian tipis membantu percepatan penguapan tubuh.
Kolaborasi:
Dengan pemberian antipiretik

Untuk menurunkan demam.


4.       Nyeri bd. proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi, iritasi selaput dan jaringan otak.

Tujuan : Nyeri berkurang dan rasa sakit terkendali
KH : Skala nyeri = 0, klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks.
Intervensi
Rasionalisasi
Buat lingkungan ruangan yang aman dan nyaman

Mengurangi reaksi terhadap rangsangan eksternal, dan menganjurkan agar klien dapat beristirahat.
Berikan kompres dingin pada kepala

Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
Pantau skala nyeri

Untuk memonitor proses penyakit
Lakukan manajemen nyeri dengan metode distraksi dan nafas dalam

Memutuskan stimulasi sensasi nyeri
Lakukan gerak aktif dan pasif secara hati-hati

Membantu relaksasi otot yang mengalami ketegangan dan menurunkan nyeri
Kolaborasi
Pemberian analgesic

Untuk menurunkan rasa sakit.


5.       Resiko tinggi cedera bd. kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.

Tujuan : Klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
KH : Klien tidak cedera apabila terdapat kejang berulang.

Intervensi
Rasionalisasi
Monitor kejang pada lengan, kaki, mulut, otot-otot muka

Gambaran iritabilitas SSP memerlukan evaluasi yang sesuai intervensi yang tepat dan cepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman dengan memberikan batas pada sisi tempat tidur

Melindungi klien dari cedera
Pertahankan bedrest total selama fase akut

Mengurangi risiko jatuh/cedera

Kolaborasi
Pemberian anti konvulsan, sedative

Mengurangi kejang, mengurangi cemas, dan mencegah komplikasi


6.       Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd. ketidakmampuan menelan, keadaan hypermetabolik.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
KH : Turgor baik, asupan dapat memenuhi sesuai kebutuhan, klien dapat menelan, berat badan meningkat.
Intervensi
Rasionalisasi
Observasi turgor kulit

Mengetahui status gizi klien
Lakukan oral hygiene

Kebersihan mulut merangsang nafsu makan
Observasi intake dan output

Mengetahui kebutuhan dan keseimbangan nutrisi
Observasi posisi dan keberhasilan sonde

Untuk menghindari terjadinya infeksi dan iritasi
Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya secret

Menentukan kemampuan klien dalam reflek menelan dan mencegah terjadinya aspirasi
Auskultasi bising usus

Menentukan respon pemberian makanan dan mengevaluasi kerusakan SSP
Timbang berat badan secara berkala

Mengevaluasi efektifitas pemberian asupan makanan
Posisikan kepala lebih tinggi pada waktu makan dan sesudah makan

Menurunkan risiko regurgitasi dan aspirasi
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

Menstimulasi sensorik pengindraan dan mencetuskan usaha untuk menelan
Berikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang

Klien dapat berkonsentrasi pada waktu makan tanpa adanya gangguan dari luar.
Beri makanan setengah cair dan sedikit lunak

Makanan lunak/cair mudah untuk di kendalikan dalam mulut
Anjurkan klien menggunakan sedotan

Mencegah tersedak dan menguatkan otot wajah dan kemampuan untuk menelan
Kolaborasi
Pemberian cairan melalui intravena
Pemberian makanan melalui NGT

Memenuhi kebutuhan nutrisi secara adekuat dan membantu proses metabolisme
Memenuhi kebutuhan nutrisi secara adekuat apabila klien tidak mampu memasukkan segala sesuatu melalui mulut.



7.       Koping individu tidak efektif bd. prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, etidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.

Tujuan : Harga diri klen meningkat
KH : Mampu mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi penyakit, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji perubahan dari gangguan persepsi diri
Menentukan bantuan individu dalam menyusun rencana keperawatan dan implementasinya.
Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan
Menunjukkan penerimaan, untuk menyesuaikan dengan perasaan
Catat ketika klien menyatakan pengakuan terhadap penolakan tubuh, seperti sekarat, menyatakan ingin mati
Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang meenunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan sosial
Ingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
Membantu klien untuk melihat perawat menerima kedua bagian sebagai bagian seluruh tubuh.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
Membantu meningkatkan perasaan bangga terhadap harga diri dan mengendalikan lebih dari saru area kehidupan.
Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijikan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi
Dukung perilaku atau usaha peningkatan minat dalam aktivitas rehabilitasi
Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang
Dukung penggunaan alat-alat yang dapat membantu adaptasi klien
Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik.
Monitor gangguan tidur
Dapat mengetahui secara dini terjadinya depresi
Kolaborasi :
Rujuk pada neuro psikologi.
Dapat memfasilitasi perubahan peran untuk perkembangan perasaan.







III.            KESIMPULAN

Abses otak adalah proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungi dan protozoa.
Penyebab dari penyebaran infeksi dapat berupa bakteri, fungi bahkan protozoa dimana kasusnya jarang terjadi namun angka kematian yang tinggi.
Abses otak timbul akibat dari penyebaran secara langsung dari penyakit infeksi telinga tengah, mastoid, sinusitis, penyakit infeksi paru, penyakit gangguan imunologi seperti AIDS, penggunaan steroid yang lama, penyakit pada rongga mulut, penyakit jantung tetralogy of fallot dan juga akibat trauma intracranial atau pembedahan. Proses pembentukan abses otak memerlukan waktu selama 2 minggu dan terdiri 4 tahap.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan pada data yang ditemukan saat pengkajian, yang meliputi gejala peningkatan TIK, pemeriksaan rontgen, CT Scan, dan laboratorium.
Dalam melakukan pengkajian pada pasien di fokuskan pada masalah yang berhubungan dengan penyakit yang diderita.
Dalam merencanakan tindakan keperawatan dilakukan sesuai prosedur keperawatan.
Pengobatan pada umumnya dilakukan dengan pemberian antibiotic yang tepat sesuai uji kultur dan tindakan pembedahan (proses aspirasi dan eksisi)
Prognosis pada penyakit ini tergantung dari, cepatnya diagnosis ditegakkan,usia penderita, derajat perubahan patologis,soliter atau multiple (soliter lebih baik) dan penanganan yang adekuat. Namun dengan alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA

Adril Arsyad Hakim; Abses Otak, Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 no.4. Desember 2005; http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15591
Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika
Judith M. Wilkinson, 2007, Buku saku diagnosis keperawatan, Jakarta: EGC
Kamaluddin, M. Totong, Abses Otak, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.htm

Bagi yang Suka dengan File Ini silahkan download di sini

Jangn lupa komen dan +nya..hhe karna pengunjung yang baik selalu meninggalkan jejajak..:D

1 komentar :