I.
KONSEP DASAR
A.
PENGERTIAN
Abses
otak adalah proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara
jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungi dan
protozoa.
B.
ETIOLOGI
Berbagai
mikroorganisme dapat ditemukan pada abses otak, yaitu bakteri, jamur dan
parasit.
-
Bakteri yang
tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus
beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.
Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau
fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah
Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae.
Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi
paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus
anaerob.
-
Jamur penyebab abses
otak antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies
Candida dan Aspergillus.
-
Walaupun jarang,
Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan abses otak
secara hematogen.
C.
FAKTOR PREDISPOSISI
a
Penyebaran secara
hematogen dari infeksi paru sistemik( empyema, abses paru,
bronkhiektase,pneumonia)
a
Penyakit immunologik (AIDS,
pemberian steroid dalam jangka lama)
a
Infeksi pada sinus
(paranasalis, ethoidalis, sphenoidalis dan maxilaris)
a
Infeksi pada telinga
tengah dan mastoid.
a
Trauma intracranial
atau pembedahan (luka tusuk pada otak)
a
Penyakit jantung
bawaan Tetralogy of Fallot
D.
TANDA DAN GEJALA
1.
Gejala Infeksi pada
umumnya : Demam, malaise, muntah nyeri kepala
2.
Terjadi peningkatan
tekanan intracranial : nyeri kepala hebat, muntah-muntah, penglihatan kabur dan
pada pemeriksaan funduskopi tampak adanya papil edema
3.
Kejang - kejang
4.
Gejala fokal yang
terlihat pada abses otak Lobus :
i.
Frontalis mengantuk,
tidak ada perhatian, hambatan dalam mengambil keputusan, Gangguan intelegensi,
kadang-kadang kejang
ii.
Temporalis tidak
mampu menyebut objek; tidak mampu membaca, menulis atau, mengerti kata-kata;
hemianopia.
iii.
Parietalis gangguan
sensasi posisi dan persepsi stereognostik, kejang fokal, hemianopia homonim,
disfasia, akalkulia, agrafia. Serebelum sakit kepala suboksipital, leher kaku,
gangguan koordinasi, nistagmus, tremor intensional.
E.
PATOFISIOLOGI
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal,
hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan
edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction
atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur
maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran
perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen
dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi
kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap
bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea;
sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan
otak pada lobus tertentu.
Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang
multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt
kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga
sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya
trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami
infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau
radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya
dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik
yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun.
Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah
multipel. Pada tahap awal Abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada
jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti
jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari
sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga
membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi
jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama
kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang
konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin
membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat
menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita,
sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental
dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media,
mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus temporalis dan serebelum,
sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
G.
KLASIFIKASI
1.
Stadium serebritis
dini/ CEREBRITIS EARLY (hari ke 1-3)
2.
Stadium serebritis
lambat/ CEREBRITIS LATE (hari ke 4-9)
3.
Stadium pembentukan
kapsul dini/ EARLY CAPSULA FORMATION (hari ke 10-14)
4.
Stadium pembentukan
kapsul lambat/ LATE CAPSULA FORMATION (setelah hari ke 14)
H.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.
Pemantauan nilai
Glasgow Coma Scale/ GCS
2.
Foto rontgen untuk
mencari kemungkinan fokus infeksi foto tengkorak untuk mencari tanda-tanda TIK
juga mencari sumber infeksi
3.
USG
4.
Angiografi,
menentukan lokalisasi abses
5.
EEG. Memperlihat
tanda-tanda fokal sloding disekitar abses
6.
CT Scan
7.
MRI
8.
Laboratorium :
Jumlah Leukosit 10.000 – 20.000/cm3 (60-70 %)
LED meningkat ; 45 mm/jam (75-90%)
Pemeriksaan CSS/ Lumbal punksi tidak boleh
dilakukan, karena dapat menyebabkan herniasi otak secara cepat.
I.
PENATALAKSANAAN MEDIS
-
Menghilangkan proses
infeksi, effek massa dan oedema terhadap otak
-
Pemberian Antibiotik
yang tepat sesuai uji kultur selama 6-8 minggu untuk mengecilkan abses dan 10
minggu untuk menghilangkan effek massa dari abses otak.
-
Pemberian
kortikosteroid dapat diberikan untuk merununkan peradangan edema serebri.
-
Obat-obatan
antikonvulsan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya kejang.
-
Tindakan pembedahan (aspirasi
maupun eksisi)
J.
KOMPLIKASI
1.
Robeknya kapsula
abses kedalam ventrikel atau ruangan sub arachnoid
2.
Penyumbatan cairan
serebrospinal yang dapat menyebabkan hydrosefalus
3.
Edema otak
4.
Herniasi tentorial
oleh massa abses otak
K.
PROGNOSIS
Tergantung dari:
1)
Cepatnya diagnosis
ditegakkan
2)
Usia penderita
3)
Derajat perubahan
patologis
4)
Soliter atau multipel
5)
Penanganan yang
adekuat.
Dengan
alat-alat canggih dewasa ini abses otak pada stadium dini dapat lebih cepat
didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis abses otak soliter lebih
baik dari multiple.
II.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Biodata :
-
Identitas klien ; usia,
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS,
askes, jamsostek dst.
2.
Riwayat Penyakit :
-
Keluhan utama ; nyeri
kepala disertai dengan penurunan kesadaran dan mengalami kejang serta muntah.
-
Riwayat penyakit
sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, penurunan penglihatan, kelemahan
ekstermitas, peninggian tekanan intrakranial serta gejala neurologik fokal .
-
Riwayat penyakit
dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis
) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung (
endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.
-
Riwayat penyakit
keluarga : apakah dalam keluarga ada atau tidak yang mempunyai penyakit infeksi
paru – paru, jantung, AIDS
3.
Pemeriksaan fisik
a)
Keadaan umum pasien :
apakah ada penurunan tk. Kesadaran secara drastis, TTV; TD, N, RR, S.(Suhu
badan mengalami peningkatan 38-41°C)
b)
Kepala : bentuk
kepala simetis/tidak, ada ketombe/tidak, pertumbuhan rambut, ada lesi/tidak,
ada nyeri tekan/tidak. Apakah pernah mengalami cidera kepala
c)
Kulit : Warna kulit,
turgor kulit cepat kembali/tidak, tanda peradangan ada/tidak, adanya
lesi/tidak, oedema/tidak.
d)
Penglihatan : Bola
mata simetris/tidak, gerakan bola mata, reflek pupil thd cahaya ada/tidak,
kornea benik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, sclera ada ikterik/tidak, ketajaman
penglihatan normal/tidak, (pupil terlihat unisokor tanda adanya peningkatan TIK,
oedema pupil, terdapat fotophobia )
e)
Penciuman : Bentuk
simetris/tidak, fungsi penciuman baik/tidak, peradangan ada/tidak, ada
polip/tidak, pemeriksaan sinus maxilaris kemungkinan ada peradangan.
f)
Pendengaran : Bentuk
daun telinga (simetris/tidak), letaknya(simetris/tidak), peradangan (ada/tidak),
fungsi pendengaran(baik/tidak), ada serumen/tidak, ada cairan purulent /tidak.
g)
Mulut : Bibir
(warnanya pucat/cyanosis/merah),kering/tidak,pecah/tidak, Gigi(bersih/tidak),gusi(ada
berdarah/peradangan/tidak),tonsil(radang/tidak),
lidah(tremor/tidak,kotor/tidak),fungsi pengecapan(baik/tidak), mucosa
mulut(warnanya),ada stomatitis/tidak.
h)
Leher :
Benjolan/massa(ada/tidak),ada kekakuan/tidak,ada nyeri tekan/tidak,pergerakan
leher(ROM):bisa bergerak fleksi/ tidak,rotasi/tidak,lateral fleksi/tidak,
hiperekstension/tidak, tenggorokan: ovula(simetris/tidak),kedudukan
trachea(normal/tidak),gangguan bicara(ada/tidak).
i)
Dada :
Bentuk(simetris/tidak),bentuk dan pergerakan dinding dada (simetris/tidak), ada
bunyi/irama pernapasan seperti:teratur/tidak,ada cheynes stokes/tidak,ada irama
kussmaul/tidak, stridor/tidak, wheezing ada/tidak, ronchi/tidak, pleural
friction-Rub/tidak, ada nyeri tekan pada daerah dada/tidak, ada/tidak bunyi
jantung seperti:
BJ I yaitu bunyi menutupnya katup mitral dan
trikuspidalis,
BJ II yaitu bunyi menutupnya katup aorta dan
pulmonalis,Bising jantung/Murmur
j)
Abdomen :
Bentuk(simetris/tidak),datar/tidak,ada nyeri tekan pada epigastrik/tidak,ada
peningkatan peristaltic usus/tidak,ada nyeri tekan pada daerah
suprapubik/tidak,ada oedem/tidak
k)
Genetalia : Ada
radang pada genitalia eksterna/tidak,ada lesi/tidak,siklus menstruasi
teratur/tida,ada pengeluaran cairan/tidak.
l)
Ekstremitas
atas/bawah : Ada pembatasan gerak/tidak,ada odem/tidak,varises ada/tidak, tromboplebitis
ada/tidak,nyeri/kemerahan(ada/tidak),tanda-tanda infeksi(ada/tidak),ada
kelemahan tungkai/tidak. (Terdapat penurunan dalam gerakan motoric, kekuatan
otot menurun tidak ada koordinasi dengan otak, gangguan keseimbangan otot)
4.
Pola fungsi kesehatan
:
a)
Aktivitas/istirahat :
Tanda ;ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan
involunter.
b)
Personal Higiene
Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan
perawatan diri(pada periode akut)
c)
Nutrisi
Gejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada
periode akut )
Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit
jelek,membran mukosa kering.
d)
Eliminasi
Tanda;adanya inkontensia dan/atau retensi
e)
Seksualitas
Tanda : terdapat gangguan pemenuhan kebutuhan
seksual, penurunan tingkat kesadaran.
f)
Psikososial
Observasi terhadap perilaku dan penampilan diri
pasien, pantau setiap aktivitas motorik, hubungan dengan keluarga mengalami
penurunan juga hubungan dengan masyarakat.
g)
Spiritual
Melaksanakan kegiatan keagamaan secara rutin dan
taat.
5.
Prosedur diagnostik
-
Pemeriksaan
laboratorium
LED
meningkat dan mungkin disertai leukositosis.
-
CT Scan
-
Angiografi
-
MRI
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Bersihan jalan nafas
tidak efektif bd. akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
kesadaran.
2.
Perubahan perfusi
jaringan orak bd. peradangan dan edema pada otak dan selaput otak
3.
Hypertermi bd.
Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.
4.
Nyeri bd. iritasi
selaput dan jaringan otak
5.
Resiko tinggi cedera
bd. kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
6.
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh bd. Ketidakmampuan menelan, keadaan hypermetabolik.
7.
Gangguan persepsi
sensorik bd. kerusakan penerima rangsangan sensorik, transmisi sensorik dan
integrasi sensorik.
8.
Koping individu tidak
efektif bd. prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi
kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, etidakberdayaan dan
merasa tidak ada harapan.
C.
RENCANA DAN
INTERVENSI
1.
Bersihan jalan nafas
tidak efektif bd. akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
kesadaran.
Tujuan
: Jalan nafas menjadi efektif,
KH
: Sesak nafas tidak ada, frequensi nafas 16-20 x/m, tidak menggunakan otot
bantu pernafasan, retraksi ICS (-), ronchi (-), wheezing (-), dapat
mendemonstrasikan batuk efektif.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
o
Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas
tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot bantu pernafasan.
|
Memantau dan mengatasi komplikasi potensial.
|
o
Atur posisi tidur semifowler
|
Peninggian
tempat tidur memudahkan pernafasan, dan meningkatkan ekspansi dada dan
meningkatkan batuk efektif.
|
o
Ajarkan batuk efektif
|
Resiko
tinggi apabila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan
nafas.
|
o
Lakukan fisioterapi dada
|
Terapi fisik dapat meningkatkan batuk efektif
|
o
Penuhi hidrasi cairan via oral dan
pertahankan asupan cairan 2500ml/hari
|
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus yang
kental dan dapat memenuhi kebutuhan cairan tubuh.
|
o
Lakukan penghisapan lendir jalan
nafas
|
Penghisapan
mungkin diperlukan untuk mempertahankan jalan nafas menjadi bersih.
|
2.
Perubahan perfusi
jaringan orak bd. peradangan dan edema pada otak dan selaput otak
Tujuan
: Perfusi jaringan otak meningkat.
KH
: Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi (-), konsentrasi
baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, TTV dalam batas normal
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
o
Monitor kesadaran klien dengan ketat
|
Untuk
mengetahui secara dini perubahan tingkat kesadaran.
|
o
Monitor tanda tanda TIK selama
perjalanan penyakit( nadi lambat, TD Meningkat, Kesadaran menurun, nafas
irregular, reflek pupil menurun)
|
Untuk
mendeteksi tanda syok
|
o
Monitor tanda vital dan neurologis
setiap 5-30 menit.
|
Untuk
memudahkan intervensi program pengobatan dan perawatan lebih dini
|
o
Hindari posisi tungkai di tekuk
|
Untuk
mencegah peningkatan TIK
|
o
Tinggikan sedikit kepala secara
hati-hati, cegak gerakan secara tiba-tiba, hindari fleksi leher
|
Untuk
mencegah peningkatan TIK
|
o
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan
klien
|
Untuk
mencegah regangan oto yang dapat menimbulkan peningkatan TIK
|
o
Beri penjelasan keadaan lingkungan
kepada klien
|
Untuk
mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang
terganggu
|
o
Evaluasi selama masa penyembuhan
terhadap gangguan motoric, sensorik dan intelektual
|
Untuk
merujuk ke rehabilitasi
|
o
Kolaborasi :
Pemberian steroid osmotic
|
Untuk
menurunkan TIK
|
3.
Hypertermi bd.
Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.
Tujuan
: Klien tidak panas/hypertermi
KH
: Suhu tubuh dalam rentang batas normal 36-37° C, nadi dan pernafasan dalam
batas normal, perubahan warna kulit tidak ada.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Kaji
saat timbulnya demam.
|
Untuk
mengidentifikasi pola demam pasien.
|
Observasi
tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 2 jam.
|
Tanda
vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
|
Anjurkan
pasien untuk banyak minum (2.500 – 3.000 ml/24 jam.)
|
Peningkatan
suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak.
|
Berikan
kompres hangat.
|
Dengan
vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu
tubuh.
|
Anjurkan
untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
|
Pakaian
tipis membantu percepatan penguapan tubuh.
|
Kolaborasi:
Dengan
pemberian antipiretik
|
Untuk
menurunkan demam.
|
4.
Nyeri bd. proses
inflamasi, toksin dalam sirkulasi, iritasi selaput dan jaringan otak.
Tujuan
: Nyeri berkurang dan rasa sakit terkendali
KH
: Skala nyeri = 0, klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Buat
lingkungan ruangan yang aman dan nyaman
|
Mengurangi
reaksi terhadap rangsangan eksternal, dan menganjurkan agar klien dapat
beristirahat.
|
Berikan
kompres dingin pada kepala
|
Dapat
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
|
Pantau
skala nyeri
|
Untuk
memonitor proses penyakit
|
Lakukan
manajemen nyeri dengan metode distraksi dan nafas dalam
|
Memutuskan
stimulasi sensasi nyeri
|
Lakukan
gerak aktif dan pasif secara hati-hati
|
Membantu
relaksasi otot yang mengalami ketegangan dan menurunkan nyeri
|
Kolaborasi
Pemberian
analgesic
|
Untuk
menurunkan rasa sakit.
|
5.
Resiko tinggi cedera
bd. kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan
: Klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.
KH
: Klien tidak cedera apabila terdapat kejang berulang.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Monitor
kejang pada lengan, kaki, mulut, otot-otot muka
|
Gambaran
iritabilitas SSP memerlukan evaluasi yang sesuai intervensi yang tepat dan
cepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
|
Persiapkan
lingkungan yang aman dengan memberikan batas pada sisi tempat tidur
|
Melindungi
klien dari cedera
|
Pertahankan
bedrest total selama fase akut
|
Mengurangi
risiko jatuh/cedera
|
Kolaborasi
Pemberian
anti konvulsan, sedative
|
Mengurangi
kejang, mengurangi cemas, dan mencegah komplikasi
|
6.
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh bd. ketidakmampuan menelan, keadaan hypermetabolik.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
KH
: Turgor baik, asupan dapat memenuhi sesuai kebutuhan, klien dapat menelan,
berat badan meningkat.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Observasi
turgor kulit
|
Mengetahui
status gizi klien
|
Lakukan
oral hygiene
|
Kebersihan
mulut merangsang nafsu makan
|
Observasi
intake dan output
|
Mengetahui
kebutuhan dan keseimbangan nutrisi
|
Observasi
posisi dan keberhasilan sonde
|
Untuk
menghindari terjadinya infeksi dan iritasi
|
Kaji
kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya secret
|
Menentukan
kemampuan klien dalam reflek menelan dan mencegah terjadinya aspirasi
|
Auskultasi
bising usus
|
Menentukan
respon pemberian makanan dan mengevaluasi kerusakan SSP
|
Timbang
berat badan secara berkala
|
Mengevaluasi
efektifitas pemberian asupan makanan
|
Posisikan
kepala lebih tinggi pada waktu makan dan sesudah makan
|
Menurunkan
risiko regurgitasi dan aspirasi
|
Letakkan
makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
|
Menstimulasi
sensorik pengindraan dan mencetuskan usaha untuk menelan
|
Berikan
makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
|
Klien
dapat berkonsentrasi pada waktu makan tanpa adanya gangguan dari luar.
|
Beri
makanan setengah cair dan sedikit lunak
|
Makanan
lunak/cair mudah untuk di kendalikan dalam mulut
|
Anjurkan
klien menggunakan sedotan
|
Mencegah
tersedak dan menguatkan otot wajah dan kemampuan untuk menelan
|
Kolaborasi
Pemberian
cairan melalui intravena
Pemberian
makanan melalui NGT
|
Memenuhi
kebutuhan nutrisi secara adekuat dan membantu proses metabolisme
Memenuhi
kebutuhan nutrisi secara adekuat apabila klien tidak mampu memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.
|
7.
Koping individu tidak
efektif bd. prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi
kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, etidakberdayaan dan
merasa tidak ada harapan.
Tujuan : Harga diri
klen meningkat
KH : Mampu
mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi penyakit, mampu
menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Kaji
perubahan dari gangguan persepsi diri
|
Menentukan
bantuan individu dalam menyusun rencana keperawatan dan implementasinya.
|
Anjurkan
klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan
|
Menunjukkan
penerimaan, untuk menyesuaikan dengan perasaan
|
Catat
ketika klien menyatakan pengakuan terhadap penolakan tubuh, seperti sekarat,
menyatakan ingin mati
|
Mendukung
penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran
tubuh dan kemampuan yang meenunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan
sosial
|
Ingatkan
kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa dapat menggunakan sisi yang
sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat
|
Membantu
klien untuk melihat perawat menerima kedua bagian sebagai bagian seluruh
tubuh.
|
Bantu
dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
|
Membantu
meningkatkan perasaan bangga terhadap harga diri dan mengendalikan lebih dari
saru area kehidupan.
|
Anjurkan
orang yang terdekat untuk mengijikan klien melakukan sebanyak-banyaknya
hal-hal untuk dirinya
|
Menghidupkan
kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi
|
Dukung
perilaku atau usaha peningkatan minat dalam aktivitas rehabilitasi
|
Klien
dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu
masa mendatang
|
Dukung
penggunaan alat-alat yang dapat membantu adaptasi klien
|
Meningkatkan
kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik.
|
Monitor
gangguan tidur
|
Dapat
mengetahui secara dini terjadinya depresi
|
Kolaborasi
:
Rujuk
pada neuro psikologi.
|
Dapat
memfasilitasi perubahan peran untuk perkembangan perasaan.
|
III.
KESIMPULAN
Abses otak adalah proses infeksi dengan pernanahan
yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
variasi bakteri, fungi dan protozoa.
Penyebab
dari penyebaran infeksi dapat berupa bakteri, fungi bahkan protozoa dimana
kasusnya jarang terjadi namun angka kematian yang tinggi.
Abses
otak timbul akibat dari penyebaran secara langsung dari penyakit infeksi
telinga tengah, mastoid, sinusitis, penyakit infeksi paru, penyakit gangguan
imunologi seperti AIDS, penggunaan steroid yang lama, penyakit pada rongga
mulut, penyakit jantung tetralogy of fallot dan juga akibat trauma intracranial
atau pembedahan. Proses pembentukan abses otak memerlukan waktu selama 2 minggu
dan terdiri 4 tahap.
Diagnosa
ditegakkan berdasarkan pada data yang ditemukan saat pengkajian, yang meliputi
gejala peningkatan TIK, pemeriksaan rontgen, CT Scan, dan laboratorium.
Dalam
melakukan pengkajian pada pasien di fokuskan pada masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang diderita.
Dalam
merencanakan tindakan keperawatan dilakukan sesuai prosedur keperawatan.
Pengobatan
pada umumnya dilakukan dengan pemberian antibiotic yang tepat sesuai uji kultur
dan tindakan pembedahan (proses aspirasi dan eksisi)
Prognosis
pada penyakit ini tergantung dari, cepatnya diagnosis ditegakkan,usia
penderita, derajat perubahan patologis,soliter atau multiple (soliter lebih
baik) dan penanganan yang adekuat. Namun dengan alat-alat canggih dewasa ini
abses otak pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adril
Arsyad Hakim; Abses Otak, Majalah Kedokteran Nusantara Vol. 38 no.4. Desember
2005; http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15591
Arif Muttaqin, 2008,
Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba
Medika
Judith M. Wilkinson,
2007, Buku saku diagnosis keperawatan, Jakarta: EGC
Kamaluddin,
M. Totong, Abses Otak, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.htm
artikel yang sangat menarik dan bermanfaat, makasih banyak...
BalasHapus